ICT = PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA, RELEVANKAH?

Ditulis oleh Nila Liberti, S.Pd

Generasi Z yang lahir pada rentang 1995 – 2012 dan Alpha pada 2012-2025 adalah generasi yang lahir, tumbuh dan berkembang di masa digital, segala aspek dalam kehidupan nya berhubungan dengan digitalisasi. Dari proses kehamilan yang masih berupa janin didalam rahim ibunda, generasi Z dan alpha sudah dipapari oleh teknologi berupa USG untuk memantau perkembangannya. Mulai dari USG 2 dimensi sampai 4 dimensi, dari yang hanya suara detak jantung saja sampai yang sudah lebih jelas menggambarkan wajah calon bayi didalam rahim sana. Akan tetapi kebanyakan generasi ini tidak memiliki hubungan sosial yang baik karena terbiasa berhadapan dan berinteraksi dengan layar.

Generasi X atau ‘Gen Bust” generasi yang lahir pada rentang 1965 – 1976 adalah generasi yang lahir pada masa konvensional dimana hampir semua aspek kehidupan dijalankan secara manual. Namun dimasa ini interaksi manusia sebagai makhluk sosial benar benar terjalin secara maksimal. Orang orang betah berlama lama untuk duduk bersama, bercengkrama, bercerita dan bersosialisasi.

Sementara generasi Y atau “Generasi Milenial” yang lahir pada rentang  1977 – 1994 adalah generasi yang lahir pada masa perubahan dari masa konvensional ke digital. Dari segi pengetahuan orang yang lahir di rentang ini memiliki banyak keuntungan karena mereka masih merasakan hangatnya interaksi langsung dalam bersosialisasi sekaligus menjadi saksi peralihan ke era digital, era touchless dan sosialisasi maya.

Perubahan era yang ditandai dengan perubahan teknologi juga disejajari dengan perubahan pola pikir generasi baru a.k.a generasi Z dan Alpha yang mengarah kepada pola belajar yang lebih modern, harus mampu diimbangi oleh para pengajar yang rata rata merupakan generasi  X dan Y.

Hal ini menjadi permasalahan yang cukup menyulitkan terutama bagi pengajar Generasi X dikarenakan fase emas belajar mereka tidak bersentuhan dengan digitalisasi sementara pembelajarnya adalah mereka yang tidak familiar dengan kehidupan manual. 

Pembelajaran untuk Generasi Alpha adalah pembelajaran yang didominasi oleh penggunaan ICT. ICT “Information and Communication Technology” atau TIK “Teknologi, Informasi dan Komunikasi menurut UNESCO adalah teknologi yang digunakan untuk berkomunikasi dan menciptakan, mengelola, dan mendistribusikan informasi. Umumnya, ICT mencakup komputer, internet,telepon, televisi, radio, dan peralatan audiovisual lainnya.

Untuk pembelajaran kekinian pengajar meggunakan ICT sebagai media  dalam proses pembelajaran kepada peserta didik. Digadang gadang pemakaian media ini akan lebih meningkatkan motivasi belajar peserta didik dan diharapkan akan membuat hasil penguasaan materi pembelajaran peserta didik akan lebih maksimal.

Penggunaan ICT dalam proses pembelajaran dipercaya dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini tercetus karena pada saat ini hampir semua metode pembelajaran telah mengaplikasikan penggunaan ICT dalam proses pembelajaran di kelas. Tidak hanya dalam proses pembelajaran, proses evaluasi pembelajaran pun telah diaksanakan dengan mempergunakan ICT langsung berupa penggunaan aplikasi melalui gadget. Contohnya saja proses evaluasi menggunakan kahoot, quizizz, google form dan masih banyak aplikasi lainnya.

Akan tetapi pernyataan diatas menimbulkan pertanyaan di benak penulis. Apakah penggunaan ICT akan benar benar membuat motivasi peserta didik dalam belajar menjadi meningkat? Apakah relevan bahwa penggunaan ICT = peningkatan motivasi belajar?

Saat ini beberapa sekolah/ madrasah sudah mencanangkan diri sebagai sekolah/ madrasah digital. Seluruh area sekolah 24 jam full coverage jaringan internet. Peserta didik dapat mengakses informasi apapun yang mereka butuhkan dimanapun dan kapanpun dalam area sekolah. Setiap kelas dibekali dengan smart TV layar besar yang mudah dikoneksi dengan internet dan mudah cara pengoperasiannya sebagai pengganti proyektor yang dianggap sudah menjadi barang jadul. Para peserta didik diwajibkan membawa gadget baik itu dalam bentuk tersimple mulai dari HP, tablet sampai laptop.

Para pengajar mendapatkan angin segar mengenai model dan media pembelajaran baru yang menggunakan teknologi digital. Pembaharuan ini membuat pengajar dari Generasi Y sumringah karena dapat mengeksplore kemampuan interaksi ICT nya dengan leluasa dan membuat inovasi dalam proses pembelajaran seiring dengan tuntutan kurikulum baru.

Akan tetapi ini menjadi masalah yang menakutkan bagi beberapa pengajar dari Generasi X, terutama yang memang tidak melek teknologi sama sekali. Menyiapkan model dan media pembelajaran baru bukanlah hal yang mudah ditambah lagi harus yang menggunakan ICT pula. Dikarenakan permasalahan ini banyak akhirnya pengajar dari Generasi X ini melambaikan saputangan putih menyatakan menyerah dan kembali menggunakan metode konvensional yang akhirnya membuat ketidak konsistenan dalam proses belajar peserta didik didalam kelas.

Ketidak konsistenan ini akan sangat berimbas kepada proses pembelajaran dikelas dan tentu saja akan berpengaruh pada motivasi belajar peserta didik. Disaat peserta didik mulai merasa nyaman dengan model pembelajaran digital dimana mereka bisa mengeksplore dirinya dengan dunia maya tiba tiba model pembelajaran kembali lagi ke model tradisional dimana guru balik lagi ke model ceramah. Hal ini membuat terjadinya “mood swing” pada pada saat pembelajaran yang dirasakan oleh peserta didik.

Mood swing sangat berkaitan dengan motivasi belajar peserta didik. Disaat mood belajar siswa berada dalam keadaan stabil maka motivasi belajar akan meningkat dan sudah pasti ini akan berpengaruh pada prestasi belajar yang otomatis juga pasti meningkat. Dan apabila hal sebaliknya terjadi maka imbas yang terjadi juga akan sama. Bisa dikatakan bahwa korelasi antara mood belajar, motivasi belajar dan prestasi belajar seperti garis lurus sejalan. Apabila satu variabel meningkat baik maka variabel lain juga akan ikut meningkat.

Ditulis oleh Nila Liberti, S.Pd

Guru Bidang Study Bahasa Inggris